Win a Paper Competition (again!)

Be careful with what you wish for!

Back when I started my career as a Management Trainee at Schneider Electric, I was already exposed to this thing called Call for Paper (CFP) competitions for HR. One of the HRBPs there threw down the gauntlet, challenging everyone to join, but I felt like such a newbie, unsure of what to write. Still, there was that desire to participate and, of course, win 🙂

Fast forward more than 10 years, and here I am. After winning the CFP at the Indonesia HR Summit last June, I’m grateful to say that in November, my different paper clinched another victory at the Indonesia Human Capital Summit 2023, hosted by the Forum Human Capital Indonesia!

New achievement unlocked.

Win a paper competition combining HR and Sustainability topics ✅️

Luckily, I once wished to join and win. Well, guess what? It actually happened!

AMDG. Thank GOD!

Salam damai,
Ewaldo Amaral

Baca juga Jagoan Pariwisata: Empowering Local Champions for Sustainable Growth
Baca juga Short Story About IATSS Forum (part 8 – Final)
Baca juga Cerita Tentang Rebuild Rinjani

Jagoan Pariwisata: Empowering Local Champions for Sustainable Growth

What truly excites me about my job is the ability to foster learning opportunities for various individuals, both within our organization and beyond. For the past 4 years, at tiket.com, We’ve initiated the tiket Academy which rests on three key pillars of people development: employee development, youth development, and community development. Today, I’d like to share more about our community development initiatives.

This pillar is dedicated to giving back to our community. We empower our employees to become agents of change within the community. A prime example is our “Jagoan Pariwisata” program.

Last June, at Indonesia HR Summit 2023, we released a paper on “Jagoan Pariwisata” and its profound impact on internal staff development, community progress, and ESG/sustainability. Here’s a brief abstract. For the complete version, you can access the paper through the provided link.

——————————————————————————————————————–

The Evolving Role of Human Capital in Promoting Sustainable Development and Social Impact: Lessons from tiket.com’s Jagoan Pariwisata Program

As stated by the Minister of Tourism and Creative Economy, Sandiaga Uno, Indonesia’s tourism industry is a vital contributor to its economy, generating nearly 5% of its Gross Domestic Product (GDP), with tourist villages being one of the promising developments. Although the growth and development of tourist villages are undoubtedly thrilling, Dr. Ani Wijayanti of the Association of Indonesian Tourism Higher Education Institutions (Hildiktipari), stated that some of these villages still feel homogeneous and lack a distinct identity. Due to the lack of proper knowledge to enhance their unique selling points and identity, many tourist villages tend to replicate other villages, as they have yet to discover their distinctive traits.

To address this challenge, tiket.com, one of the country’s leading online travel agencies (OTAs), has taken a pioneering approach from human resources development for internal employees and the tourism industry through the program under its corporate university, tiketAcademy.

tiketAcademy’s three pillars of development are Employee Development, Youth Development, and Community Development. Through these pillars as the foundation of development, tiket.com contributes to redefining the company’s Human Capital approach by producing internal experts that can contribute to the community.

As a concrete manifestation of that noble goal, under the “Community Development” pillar, the “Jagoan Pariwisata” initiative was launched. This initiative offers an opportunity for employees to share their knowledge and expertise with Small and Medium Enterprises (SMEs) while also helping bridge the knowledge gap within them.

The program offers mentoring and incubation by employees to develop SMEs in the tourism industry. The program has successfully increased the digital practices, including branding to leverage unique selling points among these SMEs, resulting in an average increase of 20,000 views on their Instagram reels and TikTok videos. Furthermore, the program has facilitated successful partnerships, with the SME’s first-ever enlistment partnership in tiket.com. This strategic collaboration has improved the potential for increased revenue due to the heightened exposure of tourism-related businesses at an online travel platform. Additionally, the program has fostered stronger public-private partnerships, with endorsement from the Ministry of Tourism and Economic Creative Indonesia.

Integrating community development into Human Capital strategies can enable companies to promote sustainable development and enhance social impact effectively. The Jagoan Pariwisata program illustrates how businesses can become agents of positive change and significantly impact the industry and community they serve while offering employees the opportunity to give back to society. The program’s success is one of the company’s contributions to Indonesia’s Human Development Index, an essential factor in the country’s economic development.

The Jagoan Pariwisata program exemplifies how Human Capital teams can redefine their roles by developing employees’ professional competencies while contributing to community development. It also provides a blueprint for other companies, specifically in the tourism industry, to follow, enhancing their competitive advantage while contributing to the betterment of society. By investing in Human Capital development and integrating community development into their strategies, companies can create a sustainable future for the tourism industry in Indonesia.

Salam Damai,
Ewaldo Amaral

Baca juga Cerita Tentang Rebuild Rinjani

Baca juga Short Story About IATSS Forum (part 6)

Baca juga Community Development

Confrontation

Dalam kesehariannya, seorang leader tidak bisa menghindar dari konfrontasi. Bahkan tidak sedikit leader yang tidak nyaman melakukan konfrontasi baik dengan peer ataupun ke team membernya. Hal ini juga tidak lepas dari budaya Indonesia yang mengenal kata sungkan.

John Maxwell menyarankan untuk mengubah kata konfrontasi menjadi klarifikasi. Clarity the issue instead of confronting the person.

Dalam bukunya, Maxwell Daily Reader, ada 10 tips untuk melakuan hal ini. Dari semuanya poin 1-3 sangat powerful menurut saya.

  1. Do it privately, not publicly
  2. Do it as soon as possible.
  3. Speak to one issue at a time.

Reflection questions: as a leader, seberapa sering saya menghindari konfrontasi? Apa cara terbaik bagi saya agar dapat menghadapi dan melakukan konfrontasi bagi saya?

Insight from 12 Sept 2021 – Maxwell Daily Reader: Confrontation.

Baca juga Adversity Prompts Innovation

Baca juga Maxwell Daily Reader: Listening

Baca juga: Find the Keys to Their Heart

Refleksi Awal 2020: Naik Kelas! (part 2)

Penampakan Kamar Rumah Sakit

Selepas banjir, halang rintangan bukannya berhenti, tetapi malah bertambah. Dalam 1 minggu anak saya bisa 3x bertemu dokter spesialis anak karena sakit. Rupanya tak hanya anak saya. Sakit seperti batuk pilek juga dirasakan oleh cukup banyak anak kecil di rumah sakit. Sepertinya memang sedang musimnya.

Tak berhenti di situ, menjelang minggu ketiga di tahun 2020, istri saya sakit. Demam berdarah tepatnya. Tak lama setelah itu, giliran anak saya yang sakit. Demamnya mencapai 40 derajat. Khawatir bahwa dia bisa saja kejang, saya langsung membawanya ke IGD. Tak kuat diri ini melihat tangan mungil bayi mulai dimasukkan jarum untuk infus dan cek darah.

Hampir 1 minggu pemandangan saya tidak berganti. Melihat istri dan anak dalam keadaan di infus. Melihat mereka berbaring di kasur yang persis bersebelahan. Tidur pun kami tidak nyenyak. Menjelang malam sang bayi bisa saja menangis kencang. Entah karena lapar, entah karena kepanasan. Saya bergantian dengan si mbak mendampingi mereka baik siang maupun malam. Hingga si mbak pun “tumbang”.

Walaupun istri dan anak saya sudah diperbolehkan pulang, mereka tetap dalam kondisi lemas. Si mbak pun tak kalah lemas. Dengan mengumpulkan tenaga tersisa, saya mencoba untuk menjadi perawat mereka di rumah. Memastikan mereka istirahat cukup, tidak telat makan, hingga agar mereka tidak lupa minum obat.

Menjelang berakhirnya bulan pertama di tahun ini, kondisi mereka sudah mulai membaik satu demi satu, mulai dari anak saya. Saya pun sudah mulai bisa ke kantor. Dan ya, di saat tulisan ini saya buat, saya sedang merefleksikan semuanya. Mensyukuri semua yang terjadi.

Terima kasih Tuhan untuk ujiannya. Sepertinya saya naik kelas.

Semoga bermanfaat.

Salam damai,
Ewaldo Amaral

Baca Juga Cerita Lainnya: Refleksi Awal 2020: Naik Kelas! (part 1)

Baca Juga Cerita Lainnya: Menikmati Kepahitan

Baca Juga Cerita Lainnya: Short Story About IATSS Forum (part 8 – Final)

Refleksi Awal 2020: Naik Kelas! (part 1)

Banjir di Komplek Perumahan Saya

Di tengah hiruk pikuk perayaan tahun baru, terselip luka bagi segilintir masyarakat Indonesia, khususnya yang berdomisili di daerah Jabodetabek. Tak disangka hari pertama tahun 2020 diisi dengan padamnya listrik, mengungsi, dan terbatasnya pasokan makanan. Saya pun mengalaminya.

Daerah rumah yang sejatinya tinggi, untuk kali ini kalah dengan melimpah ruahnya air. Untuk pertama kali dalam sejarah, air menyentuh garasi – satu hal yang perlu disyukuri adalah air tidak sampai masuk rumah. Akan tetapi, akses jalan keluar perumahan lumpuh. Saya, istri, anak, dan mbaknya anak, terancam tidak dapat kemana-mana. Ditambah lagi dengan mengungsinya adik saya dan istrinya ke rumah saya. Total ada 7 orang di rumah, termasuk anak saya yang masih 8 bulan, yang sangat membutuhkan listrik, selain untuk kenyamanan tidur, juga untuk memblender makanannya menjadi bubur.

Jalan pintas saya ambil, yaitu mengungsi. Kemana? Pikiran saya ya ke hotel terdekat. Setelah membuka aplikasi, cukup kaget ternyata semua hotel di dekat rumah full book! Tidak ada yang tersisa. “Kita kalah cepat”, ujar istriku.

Hotel tak ada yang available. Beralilah kami ke apartmen. Beruntung ada 2 kamar apartemen di sebrang komplek kami yang masih kosong. Setelah booking dan melakukan pembayaran via aplikasi, berangkatlah saya dan adik saya terlebih dahulu ke sana menggunakan sepeda motor melalui jalan perkampungan– pada saat itu masih ada jalan menuju perkampungan yang aman dilewati motor. Sementara kami menuju apartemen, saya meminta istri dan si mbak untuk mengangkat barang-barang di lantai ke tempat lebih tinggi. Untuk mewanti-wanti jika air benar-benar sampai masuk rumah.

Sesampai di apartemen, saya dan adik saya “terjebak” dalam diskusi dengan pegawai aplikasi untuk check-in kamar. Tak hanya saya. Ada hampir 10 orang yang mengalami kasus serupa (untuk detail ini tidak akan saya ceritakan di sini). Butuh waktu hampir 3 jam hingga kami bisa mendapatkan kunci kamar.

Sembari adik saya memastikan kamar, saya pulang untuk menjemput istri dan anak saya. Dengan barang bawaan bayi yang cukup banyak, saya membonceng mereka menerobos banjir hingga berhasil masuk ke apartemen. Setelah itu saya kembali lagi ke rumah untuk menjemput istri adik saya (yang sedang hamil). Selesai mengantar istri adik saya ke apartemen, saya menjemput mbaknya anak saya. Ketika menjemput dia, air di perumahan semakin tinggi. Jika telat sedikit, sudah pasti motor pun tak bisa lewat. Butuh total 1 jam-an untuk evakuasi mereka semua ke apartemen.

Drama belum selesai. Anak saya yang masih bayi tersebut terlihat sangat gelisah. Tangisnya pecah sepanjang malam. Badan yang sudah letih ini bergantian dengan istri dan mbak untuk menenangkannya, sembari mempersiapkan makan untuknya esok pagi.

Detik demi detik berlalu. Saya terus kontakan dengan tetangga yang memilih menetap di rumahnya untuk terus memantau kondisi banjir. Puji Tuhan air hanya sampai menyentuh garasi.

Esok paginya kami mendapat info bahwa banjir di rumah mertua sudah aman, sementara banjir di depan rumah orang tua saya masih cukup tinggi (sedada orang dewasa). Cukup satu malam di apartemen, kami memutuskan untuk mengungsi ke rumah mertua saya. Karena banyak jalan yang masih tergenang air yang tinggi, saya memutuskan untuk survey terlebih dahulu jalan menuju ke rumah mertua menggunakan sepeda motor. Jalan yang biasa ditempuh 10-15 menit, menjadi 1 jam-an karena mencari jalan yang kering.

Setelah sampai di rumah mertua, saya langsung menuju apartemen untuk menjemput yang lain. Dan jadilah malam kedua banjir, kami mengungsi di rumah mertua saya. Puji Tuhan, tidak perlu lama-lama, hari esoknya matahari bersinar terang. Banjir perlahan mulai surut. Kami bersiap dan bergegas pulang.

Setelah berberes rumah yang berantakan karena “asal” menaik-naikkan barang, saya menghela nafas. Mengucap syukur pada Tuhan sembari berujar dalam hati, Puji Tuhan saya naik kelas.

Bersambung…

Baca Juga Cerita Lainnya: Mensyukuri 2019

Baca Juga Cerita Lainnya: Cerita Tentang Rebuild Rinjani

Baca Juga Cerita Lainnya: Kenapa Teman-Teman Gue Pintar dan Hebat?

 

Cerita Tentang Rebuild Rinjani

Want to share the stories behind this project – yang merupakan implementasi dari blog post yang ini.

Acara ini dibicarakan sejak bulan Oktober tahun lalu. Waktu itu sedang mengikuti kegiatan #IATSSForum di Jepang, sementara @sebumi.id sedang gencar-gencarnya promosi project #RebuildRinjani.

Di IATSS Forum, kami dibagi dalam beberapa kelompok dan setiap member di kelompok diminta mengajukan project bertema SDGs. Setelah itu ide disaring dan disusun menjadi sebuah proper project. From my end, saya ajukan RebuildRinjani. Dan untungnya, itu lah yang dipilih di kelompok saya.

Dengan kondisi masih di Jepang, i need someone who has the data to create the proposal. Alhasil kontak-kontakan jarak jauh dengan Sebumi yang berada di lapangan menjadi cara yang tak dapat dielakkan.

Proposal pun dipresentasikan dengan baik di depan panelis (para kedubes ASEAN di Jepang dan para profesor dari Tokyo Univ, Waseda Univ, dll). Hingga akhirnya diajukan dengan resmi di akhir tahun 2018 ke IATSS Forum yang bernaung di bawah Honda Foundation.

Proposal resmi diaccept bulan Februari. Mulai saat itu, preparation dengan sebumi.id jadi lebih intense.

Dengan bantuan Om @baszaini dan mba @hennyvidiarina, akhirnya dipertemukan dengan Mang @ayisutedja. – seorang petani sekaligus pembina kopi gunung puntang. He is a coffee farmer with a great purpose! Beliau seorang juara dunia kopi (you may read this one and this one) yang dengan konsisten melatih para petani kopi di Indonesia agar memahami end to end budidaya kopi, panen, hingga pasca panen.

Oh ya, petani kopi ini termasuk petani 4.0 😄 Agar pelatihan tepat sasaran, kami adakan meeting antara pelatih dan peserta pelatihan. Karena pelatih tinggal di Bandung, peserta di Lombok, saya di Bekasi, dan sebumi.id di Jakarta, virtual meeting jadi solusinya.

This slideshow requires JavaScript.

Singkat cerita, pelatihan telah diselenggarakan minggu lalu. Di hari pertama, pelatihan dilakukan in class. Peserta diajak untuk “berkenalan lebih dekat” dengan kopi dengan cara mencium beberapa jenis bubuk kopi serta latihan ‘cupping’. Setelah itu, peserta diajak untuk belajar mengenai teori-teori budidaya kopi. Hari pertama ditutup dengan sesi tanya jawab.

Hari kedua pelatihan fokus dengan praktek. Kami mengunjungi kebun kopi salah satu peserta. Di sana peserta dibekali dengan cara mengelola kebun kopi dengan baik dan benar. Setelah itu para peserta diajak untuk belajar cara menggunakan mesin roaster yang merupakan hasil dari donasi IATSS Forum dan www.kitabisa.com/petanikopisenaru. Hari kedua ditutup dengan senyum dari para petani kopi yang terlihat lebih mantap dalam berkebun kopi. Tak lupa pula setelah pelatihan hari kedua ini, mereka membentuk komunitas tani yang nantinya akan mendaftarkan produk kopi senaru untuk mendapatkan PIRT (izin produk UMKM) agar nantinya kopi senaru dapat dipasarkan di swalayan ataupun memenuhi permintaan eksport.

Menarik melihat semangat para petani untuk lebih meningkatkan kualitas kopi yang ada sekarang. This is a baby step for them. Perjalanan masih panjang. Sukses selalu petani kopi senaru!

Kopi yang baik akan selalu menemukan penikmatnya.
(Ben, Filosopi Kopi 2015)

*by the way, kami masih menerima donasi melalui www.kitabisa.com/petanikopisenaru yang nantinya akan diubah dalam bentuk mesin-mesin kopi lainnya yang masih dibutuhkan oleh petani-petani kopi di Senaru.

Salam Damai,
Ewaldo Reis Amaral

Baca juga Bantu Pemberdayaan Petani Kopi Desa Senaru 

Baca juga Menikmati Kepahitan