Semua bebek itu valid!

Akhir tahun lalu bersama dengan tim, kami melakukan refleksi kecil-kecilan terhadap apa yang telah kami lakukan selama 1 tahun dan apa saja impian di 2023.

Sebelum memulai aktifitas tersebut, gue mengajak tim untuk membuat bebek dari 6 buah bricks Lego. Setiap orang wajib membuat bebek yang menggambarkan apa yang ingin dicapai sebagai 1 tim di tahun 2023.

Terlihat di awal sesi bahwa mereka masih meraba-raba seperti apa bentuk bebek yang ingin dibuat. Ada yang lihat kiri-kanannya, tapi ada juga yang langsung bikin.

Lalu gue tambahkan aturan “semua bebek itu valid”, artinya mau seperti apapun bentuk bebeknya, lego yang dibentuk adalah sebuah bebek. Itu valid dan tidak ada yang bisa membantah. No judgement terhadap bentuk bebeknya. “Itu adalah bebek versi kalian masing-masing” tambah gue.

Semua langsung fokus menyusun legonya dan hasilnya terlihat seperti gambar di postingan ini. Setelah itu kami bergantian bercerita mengenai bebek masing-masing. Ada yang bebeknya sedang berdiri, ada yang sedang terbang, ada juga yang sedang berenang. Ada yang menggunakan analogi yang cantik dalam menjelaskan bebeknya, sampai kita terkagum-kagum. “Wah, dia kepikiran ya” ucap beberapa orang. Setiap kali ada yang selesai bercerita, kami tutup dengan tepuk tangan bersama.

Bebek dalam cerita ini seperti halnya berpendapat tim. Semua pendapat di dalam tim itu valid. Berdasarkan pengalaman dan latar belakang masing-masing lah pendapat tersebut diucapkan.

Akan tetapi berapa banyak di antara kita yang berani mengeluarkan pendapat di dalam tim? Seberapa aman tim kita untuk sharing pendapatnya? Belum juga berpendapat, bayang-bayang judgement sudah muncul di pikiran.

Bagi mereka yang mengeluarkan pendapat, jelaskan bebekmu dengan percaya diri. Jelaskan dengan runtut dan jelas.

Bagi yang mendengarkan, izinkan lah mereka untuk menceritakan bentuk bebeknya. Coba untuk memahami apa yang menjadi landasan mereka membentuk bebek tersebut. Jangan-jangan kita malah akan terkagum-kagum dengan bebek yang sedang diceritakan.

Ya, semua bebek itu valid. Bagaimana dengan bebekmu? Sudah kamu bikin dan ceritakan?

Salam damai,
Ewaldo

Baca juga Leaders Put the Emphasis on Intangible

Baca juga Support Your Leader’s Vision

Baca juga Berkenalan dengan Advice Monster

Testimoni Buku Certified Hunger

Testimoni dari mereka yang sudah membaca buku Certified Hunger:

“Melalui buku Certified Hunger ini,  Ewaldo mengajak pembaca untuk membangun mindset dan perilaku yang senantiasa mempunyai kemauan tinggi untuk belajar, dalam rangka mempersiapkan diri untuk masa mendatang. Saya menyambut baik hadirnya buku ini, semoga memberikan manfaat dalam memacu pembaca untuk senantiasa belajar menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu.”
Josef Bataona – Ex HR Director Unilever, Danamon, dan Indofood

“Saya sangat menikmati membaca buku ini, terutama soal “Live To Improve, Not To Prove” yang saya rasa sangat penting untuk semua orang jalani saat ini sehingga bisa jadi pribadi yang kreatif, produktif dan bahagia.”
Yoris Sebastian – Founder OMG Consulting & Co-Founder Inspigo

“Bagian terpenting agar kita siap menghadapi perubahan adalah tidak berhenti untuk selalu belajar.  Hungerness untuk selalu terus belajar dan bertumbuh akan sangat banyak membantu kita menjadi pribadi (personal dan professional) yang lebih baik. Buku ini menjawab pertanyaan banyak orang tentang bagaimana menumbuhkan “rasa lapar’ untuk selalu terus belajar dan bertumbuh. Ewaldo sebagai penulis tidak hanya menjelaskan mengenai bagaimana membangun “rasa lapar” tetapi dirinya sendiri bisa menjadi role model buat orang lain. Sehingga apa yang ditulis di buku ini bukan hanya sekedar teori, tetapi proses dan eksekusi yang selama ini sudah dia lakukan dan tunjukan. Silahkan menikmati buku ini dan selalu menjadi manusia pembelajar.”
Dudi Arisandi – Chief People Officer tiket.com

“Pandemi COVID-19 membuktikan bahwa skills yang kita miliki dalam waktu sekejap menjadi usang. Hunger for learn merupakan sikap atau mindset yang perlu dimiliki oleh setiap pekerja di Indonesia bahkan di dunia agar employability nya tetap terjaga dengan baik. Buku yang mengupas cara-cara praktis untuk menjadi pembelajar yang hebat dan karyawan yang unggul. Semoga buku ini menjadi yang pertama untuk banyak lagi buku Waldo berikutnya.”
Isdar Andre Marwan – Director of Career Services Mercer

“Riset doktoral saya menemukan bahwa salah satu elemen penting di human capital sebagai active resources agar dapat menjadi microfoundation dari dynamic capabilities untuk menunjang kinerja perusahaan adalah learning capabilities, kemampuan untuk terus belajar karena perubahan semakin banyak terjadi dalam waktu yang cepat.

Selamat untuk Ewaldo untuk karya bukunya yang sangat relevan dengan perkembangan terkini dalam pengembangan human capital yang strategis. Excellent!”
Christian Siboro – Komisaris PT Perusahaan Gas Negara (PGN)

Pemesanan buku certified hunger dapat dilakukan via Tokopedia, melalui link berikut: https://tokopedia.link/XwhPqWDKIqb

Baca juga: Tentang Buku Certified Hunger

Baca juga: Memberanikan Diri Menulis Buku

Memberanikan Diri Menulis Buku

Awal tahun ini niatnya memang mau challenge diri sendiri untuk menulis buku. Sempat goyah karena merasa belum se-pinter itu untuk nulis. Hingga suatu waktu mampir ke Amazon, ngelihat banyak buku yang international best seller aja masih banyak yang ngehujat dan kasih bintang 1.

And then I realized.

Ini bukan perkara dinilai sama orang. Tetapi kembali pada niat menulis buku. Saya memantapkan diri berani menulis dengan niatan sebagai tabungan pahala. Sebagai penggugur dosa.

Yes, niatnya ya berbagi aja.

Setelah memantapkan diri, hal-hal baik terus datang. Topik dan judul buku muncul di tengah-tengah meeting sama Nadine Astari (bahkan dia sendiri yang nge-design cover bukunya!), bisa join kelas nulisnya Yoris Sebastian Nisiho plus dapat kesempatan mentoring personal sama mas Yoris, sampai ikut juga kelas nulis dengan teh Mia Marianne yang ngebantu sampai akhirnya bisa dapat ISBN.

So, jadilah buku Certified Hunger ini. Bukan, ini bukan tentang lapar makanan. Ini tentang menjadi pribadi yang selalu lapar untuk belajar.

Agar isi bukunya lebih berbobot, saya coba kombinasikan 3 hal di buku ini.

– Pengalaman sendiri yang 10+ years di bidang people development

– Buku, report dan jurnal-jurnal internasional

– Interview langsung dengan para HR dan business leaders yang memang pakar di bidang ini (yes, saya bahkan interview puluhan HR dan business leaders untuk dapat knowledge dan experience mereka! Thank you Pak Josef BataonaDudi ArisandiChristian SiboroIsdar MarwanAbdi Hamdani, CHRMTeguh Yoga Raksa Gema Buana Nikodemus Pudjoharsono Richy Wijaya W., Bu Soraya Candrasari Ita Farina Wardojo iRma eRinda Eva Hotnaidah Saragih dan masih banyak HR colleagues yang lain).

Buku ini (semoga) cocok buat kalian yang memang senang sama kegiatan belajar. Baik buat kalian yang sudah di level eksekutif, manajerial, tengah membangun karir, fresh graduate, atau bahkan mahasiswa/pelajar sekalipun.

Cocok buat dibaca sebagai pengembangan diri sendiri, atau bisa juga untuk dibagi ke teman, saudara, team members, atau karyawan (kalau kalian pengusaha).

Buat teman-teman yang mau pesan bukunya, sudah bisa pre-order mulai hari ini sampai 2 April nanti ke bit.ly/bukucertifiedhunger.

Semoga bermanfaat dan menjadi ladang amal buat semua.

Happy reading!

Note: Untuk yang sudah pre-order akan dapat invitation ke sesi bedah bukunya hari Sabtu, 26 Maret nanti 🙂

Salam damai,
Ewaldo Amaral

Baca juga: Berkenalan dengan Advice Monster

Baca juga: Leaders Put the Emphasis on Intangible

Baca juga: Menikmati Ketidaktahuan

What’s the Meaning of Challenge?

Hari ini saya merefleksikan kata Challenge. Sebuah kata yang sering sekali diucapkan dalam suatu meeting. Sebuah kata yang kerap kali disebut dalam eksekusi project.

Kita bisa saja google arti kata challenge dan menemukan lebih dari jutaan arti kata challenge. Tapi untuk hari ini, inilah definisi challenge milik saya.

C – capability that is being developed

H – hunger mindset that needs to be applied

A – area of Improvement that giving us limitless opportunity

L – lessons that we can reflect 

L – luck that we are chosen to face it

E – energy to go further

N – new experience as part of our growth

G – gap that needs to be filled achieve the goal

E – excellence in progress. Be patient.

Bagimu, apa arti challenge?

Challenge yourself. It’s the only path which leads to grow. – Morgan Freeman

Baca juga Maxwell Daily Reader: Listening

Baca juga Berkenalan dengan Advice Monster

Baca juga Becoming More Solution Oriented

Berkenalan dengan Advice Monster

How and Why to Tame Your 3 Advice Monsters | CU Management

Beberapa bulan belakangan ini saya sedang kembali mendalami coaching. Mulai dari membuka kembali materi Certified Professional Coach, mendaftarkan diri untuk ikut sertifikasi Certified Executive Coach, membeli buku coaching, menonton video-video tentang coaching hingga menambah coaching hours dengan praktek melakukan coaching.

Dalam proses pendalaman tersebut, saya bertemu dengan Michael Bungay Stanier (MBS), seorang coach dan penulis buku. Mulai dari bukunya Coaching Habit hingga presentasinya di TedEx saya ikuti dan pelajari. Salah satu learning moment saya adalah ketima MBS memperkenalkan istilah Advice Monster.

Lantas apa itu Advice Monster? Yang saya tangkap, advice monster adalah sebuah dorongan dari dalam diri kita untuk memberikan advice/saran kepada orang lain. Semakin besar hasrat untuk memberikan saran, maka semakin besar pula sang Advice Monster.

Menurut MBS, tidak ada yang salah dengan memberikan saran. Yang menjadi masalah adalah ketika memberikan saran adalah template/default dari diri kita.

Sebagai contoh seperti ini.

Ada seseorang yang datang kepada kita dan menceritakan masalahnya. Pada situasi tersebut sangatlah mundah bagi kita untuk tergoda memberikan saran untuk menyelesaikan masalahnya. Padahal kita tidak mengetahui full context dari masalah tersebut, siapa saja yang terlibat dalam masalahnya, apa yang sebenarnya menjadi challenge bagi orang tersebut, atau mungkin kita tidak punya kompetensi teknis untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Ada 3 persona dari Advice Monster.

1. Tell it

Advice monster meyakinkan kita bahwa satu-satunya cara untuk dapat add value dalam sebuah percakapan adalah dengan memiliki jawaban atas sebuah challenge/masalah. Dan jawaban tersebut dalam bentuk saran yang kita berikan. If you don’t have the answers, you fail – Advice Monster.

2. Save it

Persona yang ini meyakinkan kita bahwa our job is to rescue everyone. Don’t let anybody stumble, struggle and have a difficult time. “Mari selamatkan mereka dengan saran-saran kita”, ucap Advice Monster.

3. Control it

Dengan mampu memberikan advice terus menerus, tanpa sadar kita diyakinkan bahwa kita mampu untuk mengontrol orang lain. Itulah persona ketiga dari advice monster. When advice monster is in control, we are saying that we are that than the other person. They are not good enough, so they need our advice.

Dengan persona-persona tersebut, tidak heran jika memberikan advice menjadi salah satu “kegiatan favorit” kita. Padahal di sisi lain ada 3 hal yang menjadi jebakan jika kita rajin memberikan advice.

1. We are busy solving the wrong problem

Seringkali kita terjebak bahwa masalah yang diceritakan oleh orang lain adalah the real problem yang harus disolve. Menurut MBS, masalah pertama yang terlihat hanyalah permukaan saja. Dan ketika kita langsung memberikan saran, maka saran kita tidak tepat sasaran. It’s very rare that the first challenge is really the real challenge.

2. Our advice is not really as good as we think it is

Jebakan berikutnya adalah cognitive bias. Kita percaya bahwa suatu tindakan tertentu (berupa saran kita) dapat menyelesaikan masalah orang tersebut. Kita memberikan saran berdasarkan pengalaman kita yang belum tentu valid kebenarannya. Mungkin valid bagi kita, tapi belum tentu valid bagi orang lain.

3. We’re constantly giving the message that people can’t figure out the challenge by themselves

Jebakan ini akan sangat berdampak bagi para people leader. Dengan rajin memberikan advise, kita menunjukkan bahwa tim kita tidak sanggup untuk menyelesaikan masalah mereka. Dalam jangka panjang, maka mereka akan sangat bergantung pada sang leader. Kompetensi dan rasa percaya diri tim akan berkurang karena merasa ada leader yang mampu untuk mencarikan solusi untuk setiap masalah yang mereka alami.

Lantas, bagaimana cara menaklukan advice monster?

Resep sederhana dari MBS adalah: Stay Curious a Little Bit Longer. Apa maksudnya?

Ketika ada seseorang datang dan bercerita masalahnya kepada kita, yang perlu kita lakukan adalah mengajukan pertanyaan dengan curious-mindset. Berikut adalah 5 pertanyaan yang dapat kita gunakan sebagia panduan.

1. What’s on your mind?

Pertanyaan ini sangat powerful agar kita terhindar dari “small talk” dan langsung menuju pada “what matters”.

2. What’s the real challenge here for you?

Dengan mengajukan pertanyaan ini, kita mencoba untuk menggali sebenarnya apa masalah yang sedang dihadapi oleh orang tersebut.

3. And what else?

Ingat, masalah pertama yang diceritakan biasanya bukanlah the real challenge. Dengan pertanyaan ini, kita coba menggali apakah ada challenge lain yang sebenarnya ada di pikirannya. Ini mampu membuka mata kita mengenai full context dari masalahnya, siapa saja yang dealing dengan orang tersebut, dll.

Setelah pertanyaan nomor 2, kita bisa kembali lagi ke pertanyaan nomor 1 untuk benar-benar mencari tahu apa yang menjadi challenge, lalu kembali lagi ke pertanyaan nomor 2. Setelah beberapa kali bolak-balik pertanyaan 1 dan 2, kita bisa pindah ke pertanyaan nomor 3.

4. What do you want?

Pertanyaan ini untuk menggali bahwa memang benar sedang ada challenge yang dihadapi, tapi sebenarnya apa yang dia inginkan. Apa goal yang ingin dia capai tetapi belum bisa berhasil karena ada challenge tersebut.

5. If you’re saying YES to “this”, what are you saying NO to?

Ini adalah sebuah common knowledge tapi bukan common practice. Untuk mendapatkan sesuatu, maka ada sesuatu juga yang kita korbankan. Misal: ingin badan sehat, maka kita harus “rela berkorban” tenaga untuk berolahraga. Atau rela berkorban tidak makan-makanan berminyak. Hal ini sama dengan mengajukan pertanyaan nomor 4 ini. Pertanyaan ini membantu orang yang memiliki masalah untuk melihat apa yang bersedia dia korbankan untuk meraih “goal” yang dia inginkan (refer ke jawaban nomor 3).

Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut, secara tidak langsung advice monster yang awalnya ingin membuka mulut dan memberikan saran, menjadi lebih tenang dan kalem a.k.a jinak. Kita dapat lebih fokus untuk mendengar apa yang sebenarnya menjadi masalah, apa yang menjadi goal, dan apa yang akan dikorbankan untuk mencapai goal tersebut.

Yup itulah perkenalan kita dengan advice monster. Mulai dari personanya, jebakannya, hingga cara menjinakkannya. Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan advice-giving. Ketika advice-giving menjadi template default kita, maka itulah masalahnya.

Selamat mencoba dan selamat memulai proses menjinakkan advice monster!

By stay curious a little bit longer, it helps us to find the really important issue. Not to provide the fast wrong answer.
(Michael Bungay Stanier)

Baca juga Menikmati Ketidaktahuan

Baca juga Maxwell Daily Reader: Listening

Baca juga Leaders Put the Emphasis on Intangible

Pict source: here

Support Your Leader’s Vision

Sudah cukup lama saya mendengar kata followership. Tapi bagaimana prakteknya followership dalam kehidupan sehari-hari?

Di buku Maxwell Daily hari ini ternyata membahas salah satu elemen followership yaitu: support your leader’s vision.

When top leaders hear others articulate the vision they have cast for the organization, their hearts sing – John Maxwell

Ada ungkapan bahwa a great leader is a great follower. Salah satu menjadi great follower adalah memahami dan mendukung visi dari leader kita. Jika ada visi dari leader yang belum kita pahami, maka ajak leader berbicara sampai kita paham. Dengan memahami visi leader, kita jadi mampu untuk menterjemahkan visinya tersebut dalam pekerjaan sehari-hari.

Reflection question for team member: Apa yang perlu saya lakukan agar mampu memahami visi leader saya? Apa yang perlu saya lakukan agar visi tersebut dapat tercapai?

Reflection question for leaders: Seberapa jelas saya mengartikulasi visi saya kepada tim? Support seperti apa yang tim saya butuhkan agar mereka bisa memabntu saya mewujudkan visi tersebut?

Insight from 14 Sept 2021 – Maxwell Daily Reader: Support Your Leader’s Vision.

Baca juga: Once Connected, Move Forward

Baca juga: Becoming More Solution Oriented

Baca juga: Belajar Komitmen Menulis Lagi